Sabtu, 06 Oktober 2012

what Balinese do with death


tanggal 4 oktober kemarin, saya pulang lebih awal dari sekolah karena sekolah sedang melaksanakan UTS. dalam perjalanan pulang, saya menemukan ternyata ada upacara ngaben di areal pekuburan desa saya. tanpa buang waktu, saya hubungi seorang teman dan kami pun hunting bersama, merekam salah satu momen budaya paling spektakuler dalam kebudayaan Bali: Ngaben.

sayang nya, teman yang ku ajak hunting, Suryawan tidak bisa membawa kamera karena sedang digunakan oleh kakak nya, jadi dia hanya menemaniku memotret, tidak ikut memotret. untuk menghormati budaya setempat dan memegang teguh etika fotografer, saya dan teman saya menggunakan pakaian adat semi-resmi disana, berupa sarung Bali (kamen), T-shirt, dan udeng. saya harap teman-teman yang berenceana memotret event upacara sakral di Bali bisa melakukan hal yang sama :)
upacara hari itu adalah ngaben masal, yang mulai terkenal beberapa tahun belakangan ini untuk menghemat biaya upacara ngaben yang terkenal sangat tinggi. karena itu, ngaben kali ini sangat ramai dihadiri oleh keluarga almarhum yang meninggal serta warga satu desa, jumlah nya bisa seribuan orang lebih. dan tentu, dimana ada keramaian, disanalah pedagang muncul mencoba mencari peruntungan. . . .  seperti yang tampak pada gambar di atas, membuat area pekuburan tidak seseram seperti biasa nya
arak-arakan lembu dan "bade" menjadi atraksi utama yang dapat dipotret. lembu disini mudah dikenalo dari bentuk nya yang benar-benar menyerupai lembu, dan bade berbentuk seperti menara yang diangkat dan diarak oleh sekitar 20 orang, tergantung ukuran bade. bade disini berfungsi sebagai pembawa jenazah dari rumah duka ke kompleks pemakaman, sama seperti kereta jenazah atau mobil jenazah pada kebudayaan lain. namun disini, beginilah cara kami membawa jenazah, dengan Bade.

selain arak-arakan bade dan lembu, berbagai prosesi upacara dan ekspresi masyarakat yang hadir dalam upacara itu dapat menjadi hal yang menarik untuk dipotret. patut diperhatikan, bahwa upacara ini biasanya diadakan di tengah areal pekuburan terbuka yang cukup luas dari siang hingga malam hari, dengan suasana ramai mendominasi. karena itu, pilihan perlatan yang ringan mungkin akan menjadi pilihan yang tepat untuk di bawa. saya sendiri menggunakan konfigurasi yang sangat standart berupa kamera dan lensa kit standar 18-55mm, dan peralatan cadangan saya dijaga oleh teman saya tadi. saya memilih lensa lebar untuk dapat menangkap suasana ramai dan menciptakan foto yang terkesan "megah" saat memotret bade dan lembu dengan memanfaatkan distorsi yang terjadi. sebagian besar fotografer yang memotret di acara itu juga tidak jauh berbeda, mereka hanya membawa kamera dan satu lensa yang biasa nya lensa lebar atau sapujagad 18-200mm.

sebenarnya, masih ada lagi satu momen yang sangat menarik untuk dipotret, yaitu saat upacara pembakaran jenazah, yang biasa nya dilakukan sore-malam hari. jilatan api yang membakar bade dan lembu tentu akan sangat atraktif untuk di foto, terlebih dalam suasana sore dengan cahaya redup atau malah malam hari sehingga api dapat terlihat jelas. tapi karena keterbatasan saya sebagai manusia, saya tidak bisa memotret disana sampai malam hari. jadi saya pulang begitu arak-arakan bade terakhir tiba, dan melanjutkan hari sebagai siswa biasa :)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar