Kamis, 05 Juli 2012

Mendak Nuntun, menjemput sang leluhur

flag carrier

gak ada kerjaan, iseng foto makro :D
masih berhubungan dengan post saya kemarin, Mecaru Balik Sumpah, post kali ini menyorot mengenai upacara lanjutan nya, yaitu Mendak Nuntun. seperti saya jelaskan dalam post sebelum nya, mecaru merupakan "persiapan" upacara lain yang akan diadakan, agar para Butha tidak mengganggu upacara tersebut. nahh, inilah upacara yang dimaksud. upacara ini bertujuan untuk menjemput arwah para leluhur yang sudah disucikan dan "dilinggakan" di merajan keluarga bersangkutan. upacara diawali dengan prosesi yang dilakukan di pantai pada pagi hari, kemudian dilanjutkan di Pura Dalem setempat dan kemudian arak2an berjalan kaki menuju rumah keluarga si empunya upacara (ke merajan lebih tepat nya). namun karena kesibukan, saya tidak sempat memotret kegiatan di pantai dan di rumah :'( .

Perande dari desa Kramas

memercikan "tirtha"

waiting order
seperti dapat dilihat pada foto di atas, upacara ini memiliki bagian inti berupa "ngayabin". saya sebut bagian ini, karena bagian inilah yang paling terlihat dari seluruh rangkaian upacara (di dalam pura). ngayabin dilakukan dengan berkeliling sambil membawa beberapa peralatan dan melakukan serangkaian gerakan dan membacakan mantra dengan arahan dari Perande (Pendeta Tinggi).




bila ngayabin adalah proses yang paling terlihat di dalam pura, maka proses yang paling terlihat dari keseluruhan acara itu adalah proses selanjutnya, yaitu perjalanan pulang ke merajan. perjalanan ini dilakukan dengan arak-arakan ratusan orang. pembawa umbul-umbul terdepan, diikuti oleh gadis-gadis pembawa peralatan upacara, dan kemudian barisan tidak teratur dari krama banjar, baru kemudian di tutup oleh grup gamelan khas Bali yang menambah riuh suasana. dan, karena di Bali upacara adat sangat didukung dan dipentingkan, maka lalu lintas lahh yang harus mengalah. tidak ada yang berani menyumpahi atau marah-marah meskipun terjadi kemacetan. tidak secara terbuka.

1 komentar: